Tradisi Masyarakat Jawa yakni mandi atau berendam di kali tempuran tentu kerap kita dengar. Bahkan, sebagian orang yang pernah menjalani, beranggapan bahwa Ritual "mandi di tempuran kali" adalah upaya pembersihan diri.
Ritual 'nempur' yakni mandi di pertemuan dua atau tiga sungai di malam hari. Ritual ini terdengar tidak rasional namun dalam pengalaman leluhur, bukan sekedar mandi membersihan diri dari kotoran, melainkan bentuk wujud dari pertaubatan untuk mencari kesucian hati dan jiwa.
"Ada makna yang lebih dalam dari sekedar mandi di sungai. 'nempur' di tempuran sungai bukan saja berarti fisik melainkan memuat makna spiritual, sebab aliran sungai atau air lambang sumber kehidupan" ujar Dampri, Pemangku Umat Hindu di Desa Bajulan
Air suci atau Tirtha, lanjut Pemangku, dalam tradisi leluhur dibuat dari kumpulan air dari berbagai sumber mata air, yang kita kenal sebagai petirthan atau patoyan. Tradisi pencampuran beberapa sumber mata ini, kerap kita dilakukan di Warga di Bajulan.
"Jum'at (26/8) kemarin, kami menggelar upacara ruwat bumi untuk bumi Kebumen di Jawa Tengah, namun acaranya digelar di pura dengan menggelar ritual sarana upakara, dan air dari kali tempuran dibawa ke Kebumen" ujarnya Di Desa Bajulan, Tempuran kali terdapat di sungai Petirtaan Jolotundo, lokasinya tepat di bawah Wana Wisata "Banyu Rambat" Roro Kuning. Di lokasi ini, kerap di jadikan ritual untuk pembersihan diri.
Namun, imbuh pemangku, jika ada wisatawan yang hendak mandi, bisa dilakukan di pura Kerta Bhuana Giri Wilis, sebab air dari tempuran kali ini juga di alirkan hingga ke pura. Tradisi pembuatan Air Suci (Tirtha) di Bajulan ini dilakukan dengan mencampurkan air dari 3 sumber Air.
Dalam kisah lontar suci mencatat bahan tirtha terbaik adalah dari sumber-sumber air suci yang bersih. Rasa tanah dan berkah mineral alami yang terkumpul dalam satu wadah sumber air suci itu, di percaya mampu memulihkan energi yang membuat si pelaku ritual dapat terhubung ke pusat kesucian (mata air).
Ritual Mandi Air Suci ini kemudian tercatat dalam sejumlah prasasti antara lain Prasasti Tugu yang merupakan salah satu prasasti yang berasal dari Kerajaan Tarumanagara.
Prasasti Tugu tercatat pertama kali dalam laporan Notulen Bataviaasch Genootschap tahun 1879. Kemudian pada tahun 1911 atas prakarsa P.de Roo de la Faille prasasti ini dipindahkan ke Museum Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (sekarang Museum Nasional).
J.Noorduyn dan H.Th. Verstappen dalam bukunya berjudul “Purnavarman Riverworks Near Tugu” mengisahkan titah sang raja untuk menggali kali (saluran sungai) yang asri dan berair jernih bernama Gomati. Setelah selesai kali (saluran sungai) mengalir melintas di tengah-tegah tanah kediaman Yang Mulia Sang Pendeta Nenekda (Raja Purnnawarmman).
Semenjak abad ke IV-V, tradisi yang dilakukan sang Raja menyatukan 3 Sumber Air ini kemudian menginspirasi masyarakat Jawa.
Spirit pemuliaan mata air dan pelestari sungai ini kemudian menjelma menjadi Tradisi "Ritual Suci" di Jawa Barat dan berlanjut ke Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali, serta Lombok. tofan.ardi@pawinihan
