Konflik Air, Dibalik Krisis Ekologi dan Ekonomi

Perang dimasa depan (bahkan saat ini telah dimulai) bukan lagi dipicu oleh minyak, melainkan oleh air ~ Ismail Serageldine, Wakil Presiden Bank Dunia

Perang Air, kata ini terdengar mengerikan, namun kini sedang terjadi di hampir seluruh penjuru dunia. Pekan lalu, di perbatasan Pegunungan Himalaya, terjadi konflik antara India dan China, dua negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia itu berseteru memperebutkan perbatasan. Apa yang di rebutkan? Jawabnya Air. 

Perbatasan berupa lembah itu terletak di wilayah sengketa Kashmir yang sarat personel dan persenjataan militer. Danau Pangong yang berada di elevasi 4.250 meter di atas permukaan laut itu menjadi sumber perselisihan India dan China.

Mata Air yang mengalir menjadi Air sungai merupakan salah satu jenis air permukaan yang sering memicu konflik. Jurnal penelitian Handayani, tentang sebaran Air di Kecamatan Maos Kabupaten Cilacap, tercatat adanya perbedaan sebaran catatan air untuk sawah dan tambak mengakibatkan konflik antara petani dan pembudidaya ikan (Handayani, Dwityaningsih, & Triwuri, 2018). 

Listiawati juga menangkap fenomena yang sama, persaingan pemanfaatan air dalam perikanan memicu konflik antara petani ikan dan petani pangan yang merasa sawah beririgasi terancam (Listyawati, 2011).

Di Nganjuk, kasus penutupan pabrik AMDK pernah terjadi di Kertosono. Saat itu, puluhan warga Desa Juwono, Kecamatan Kertosono, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, beramai-ramai berkumpul di depan lokasi pendirian pabrik Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang berada di desa ini.

Aksi ini menuntut penghentian proses pendirian pabrik AMDK milik PT Persada Nawa Kartika. Tak hanya itu, mereka juga menuntut pihak pabrik tidak mengoperasikan peralatan yang sudah ada di dalam pabrik. Alasannya, tentu terkait ekologi, sebab warga khawatir, keberadaan pabrik itu akan melakukan pengeboran di dekat sumber air, sehingga berdampak pada kekeringan di wilayahnya pada masa-masa akan datang.

Kasus ini memberikan pelajaran bahwa konflik air yang terjadi kerap melibatkan hak untuk menggunakan dan menggunakan sumber daya air, berkurangnya distribusi sumber daya air, dan ancaman terhadap keberlanjutan mata pencaharian terkait sumber daya air. 

Lembaga PBB yang fokus menangani permasalahan air di Bumi ini, UN-Water merilis fakta bahwa 70% penggunaan air dunia adalah untuk kebutuhan pertanian.

Dan, bagi masyarakat Agraris seperti di Nganjuk, dimana wilayah terbesar adalah areal pertanian dan petani menjadi mata pencaharian yang utama, maka dipastikan air merupakan penggerak agraria yang strategis, terlebih Tlatah Anjuk Ladang merupakan Lumbung Pangan Nasional yang sangat bergantung pada air. 

Temuan Tim Ekspedisi Mata Air menyebutkan potensi Sumber Mata Air di Kec. Sawahan yang melimpah berpotensi terhadap munculnya korporasi baru yang menguasai sumber daya air tersebut, terlebih ketika banyak perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) mengambil mata air milik desa.

Belajar dari kasus di Juwono, tata kelola sumber daya air untuk komersial ini tentu wajib mengedepankan prinsip ekologi. Seringkali dalam pengelolaan sumber daya air, izin mendirikan bangunan dari pemerintah menimbulkan konflik, salah satunya konflik penggunaan sumber daya air. 

Konflik air bisa dipahami sebagai perjuangan untuk mendapatkan aksesibilitas penggunaan air. 

Simon dan Dorothea menjelaskan bahwa konflik air adalah perjuangan antara dua atau lebih aktor untuk mengakses, mengontrol, mengelola dan menggunakan sumber daya air (Mason & Blank, 2013). 

Disinilah peran kebijakan politik Ekologi yang dirangkum dalam bingkai "Green Policy". Politik Hijau atau yang lazim di disebut Politik Ekologi bisa dijelaskan sebagai bentuk optimalisasi kebijakan yang di buat dengan mempertimbangkan dampak isu lingkungan terhadap proses kebijakan dan peran negara dalam pengelolaan lingkungan.

Permasalahan terjadi ketika Ekploitasi Sumber Air dikelola oleh korporasi yang menjalin kerjasama / berkongsi dengan warga setempat (pemilik lahan sumber mata air) diyakini dapat memicu krisis air berupa terhambatnya distribusi. 

Ketersediaan air untuk sektor pertanian tidak dapat diabaikan sebab bisa menimbulkan konflik. Di tingkat lokal, konflik air dapat muncul antar sektor ekonomi yang berbeda, seperti pertanian dan industri.

Bagaimana skema ideal? Tata kelola sumber air tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan, artinya keputusan untuk mengelola sumber air harus melalui kajian yang matang dan mengedepankan aspek pengurangan resiko bencana. 

Ketika sumber daya alam yang berada di wilayah administasi desa, maka dapat di kelola untuk kesejahteraan desa melalui skema pengelolaan BUMDES (Badan Usaha Milik Desa) yang mendapat persetujuan dari seluruh warga. 

Pendirian unit usaha ini juga wajib memperhatikan rekomendasi dari seluruh pihak yang berkompeten dan berkepentingan, misalnya desa di sepanjang DAS. 

Pengelolaan secara kolektif dan kolaboratif dengan prinsip ekologi tentu dapat menekan potensi kerusakan sumber air, sehingga alokasi anggaran dana desa dari pemerintah pusat setiap tahun untuk mengelola SDA berupa unit usaha AMDK dapat maksimal dan pada akhirnya pihak desa bisa berdikari produktif memiliki income/pemasukan untuk desa.

Dalam jurnal ini, Tim Ekspedisi kembali mengingatkan bahwa sumber daya, termasuk air, sebagai masalah sosial politik yang merupakan masalah ekologi politik, sehingga kajian ini lebih fokus pada penjelasan politik degradasi lingkungan (Satria, 2010). 

Artinya, krisis pengelolaan sumber daya air yang terjadi di Kab.Nganjuk sudah sepatutnya bisa di minimalisir melalui "Green Policy" yang di jalankan secara tegas dari tingkat Pemkab hingga Desa.  tofan.ardi@pawinihan

Nama

Air Terjun,4,Budaya,2,Desa Bajulan,3,Desa Bareng,2,Desa Blongko,5,Desa Klodan,1,Desa Ngetos,1,Desa Ngliman,5,Infografik,9,Jelajah,7,Jurnal,6,Loceret,2,Mata Air,15,Nganjuk,32,Ngetos,6,Peta,9,Quote,5,Rilis,3,Sawahan,7,Video,2,Wilangan,1,Wisata,2,
ltr
item
Ekspedisi Mata Air: Konflik Air, Dibalik Krisis Ekologi dan Ekonomi
Konflik Air, Dibalik Krisis Ekologi dan Ekonomi
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh6qJG8IctmQTiVbZ2LLIxdh7NnSkF5gwEdH6V0qsoQEHqPr8uaZcOpad9wxgbt85OTvEzsylGOk4Re82qnvgULxyeo0a3UvkzOD0aL9IrCQhfoxwddI5c_Nm9oSJ6LPc9ZglOy4lPQhhqTEr4Tx-_lpaWqFwE5Ko5Gd425qvz0SGcPTWeYmVUfYxlC/w507-h388/mata-air-nganjuk-bagor-fuat.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh6qJG8IctmQTiVbZ2LLIxdh7NnSkF5gwEdH6V0qsoQEHqPr8uaZcOpad9wxgbt85OTvEzsylGOk4Re82qnvgULxyeo0a3UvkzOD0aL9IrCQhfoxwddI5c_Nm9oSJ6LPc9ZglOy4lPQhhqTEr4Tx-_lpaWqFwE5Ko5Gd425qvz0SGcPTWeYmVUfYxlC/s72-w507-c-h388/mata-air-nganjuk-bagor-fuat.jpg
Ekspedisi Mata Air
https://www.ekspedisimataair.com/2022/09/konflik-air-dibalik-krisis-ekologi-dan.html
https://www.ekspedisimataair.com/
https://www.ekspedisimataair.com/
https://www.ekspedisimataair.com/2022/09/konflik-air-dibalik-krisis-ekologi-dan.html
true
5858266157056817698
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy