Malam beranjak larut, ketika kami datang di Pura Kertabuana Wilis yang terletak di Desa Bajulan, Kec.Loceret. Sebuah desa di sisi tenggara kab. Nganjuk di kaki Pegunungan Wilis. Rombongan ini khusus diantar Kepala Desa Lauji untuk sowan di tempat pemujaan terbesar bagi umat hindu di Kab.Nganjuk
Dinginnya malam seolah sirna, berkat sambutan hangat umat Hindu yang sudah menanti. Segelas Kopi hangat di hidangkan, berpadu dengan pisang (hasil panen warga di Bajulan)
"Sugeng rawuh di Pura Kertabhuwana Wilis, kami (umat Hindu) di Bajulan, baru saja selesai menggelar upacara odalan ( Pembersihan tempat ibadah di tempat masing-masing)" ujar Dampri, Pemangku Umat Hindu di Desa Bajulan
Pertemuan malam itu terasa gayeng terlebih ketika beberapa rekan mulai membuka percakapan tentang asal usul Bajulan yang selama ini identik dengan buaya, dan ternyata asumsi ini kurang tepat
Bajulan ini berasal dari kata Baju lan, ujar Pemangku, yang memiliki kaitan erat dengan kisah Sanggramawijaya Tunggadewi yang memilih jalan hidup menjadi pertapa di Gunung Wilis
"Baju itu adalah sandangan (pakaian) yang bisa di ibaratkan jabatan dan kedudukan. Dalam perspektif keilahian, pada puncaknya semua itu harus di tanggalkan. Sandangan bagi sang Putri ini bermetafora dengan melepaskan kedudukan dan fokus dalam pencapaian kehidupan yang menjauhi nafsu keduniawian" ujarnya
Toponimi Bajulan bisa diartikan "Ngracut Busana" Hal ini dijelaskan oleh Pemangku, bahwa pelepasan baju ini di jadikan tetenger desa Bajulan, hingga beliau (Sanggramawijaya Tunggadewi) menjadi Pertapa Perempuan (Kili) dan mengganti nama sebagai Dewi Kilisuci (berarti perempuan pertapa yang suci). "ujar Pemangku
Desa Bajulan juga memiliki predikat sebagai Desa Petirtaan, Air dari Desa Bajulan di percaya memiliki khasiat yang mujarab untuk menyembuhkan beberapa penyakit.
"Banyak warga yang mandi di tempuran kali Jolotundo, dan merasakan langsung khasiatnya" tuturnya
Predikat Desa Petirtaan ini tak berlebihan sebab keberadaannya secara administratif mencakup zona tangkapan air (catchment area) Gunung wilis.
Data Tim Ekspedisi mencatat Bajulan sebagai Desa Petirtaan, sebab jumlah Mata Air di Desa Bajulan mencapai 16 titik sumber, dan hasil pendataan awal terpadat 9 mata air dalam kondisi kritis dengan debit sekitar 1 - 3 liter / detik
Upaya pemulihan mata air ini kemudian menjadi konsern bersama masyarakat, komunitas, dan lembaga pemerintahan agar fungsi Desa Bajulan sebagai zona tangkapan air dapat maksimal untuk mendukung cadangan baku air bagi masyarakat Nganjuk dan sekitarnya tofan ardi | pelestari kawasan wilis
COMMENTS